30 April 2005

Wawancara dengan Ulil Abshar-Abdalla perihal Jaringan Islam Liberal (JIL)


Bertepatan dengan ulang tahun Jaringan Islam Liberal (JIL) ke-4 pada 9 Maret 2005, saya mewawancarai Ulil Abshar-Abdalla. Topik utamanya seputar refleksi perjalanan komunitas-jaringan ini dalam mengusung gagasan keislaman yang mencerahkan. Wawancara ini dimuat di majalah Medium, Edisi 23 Maret–05 April 2005.
[Zulkifli Al-Humami]
______________________________


Tinju di Ring Demokrasi


Umat Islam Indonesia dibelit kasus struktural sosial-ekonomi. Namun, kaum Muslim liberal tetap bertengger pada pencerahan pemikiran. Belum menyentuh pemberdayaan umat.

Empat tahun sudah usia Jaringan Islam Liberal (JIL) pada 9 Maret 2005 lalu. Walaupun tak pernah mendeklarasikan diri sebagai organisasi massa (ormas), ada kesan bahwa kalangan Muslim liberal ini seperti berada di antara gelombang caci-maki serta puja-puji. Semua itu memberi makna tersendiri, terangkum dalam pengalaman yang beragam. Boleh jadi, persis seperti jargonnya sendiri: “Islam warna-warni.”

Banyak hal yang dicapai, terutama kegigihannya mengobrak-abrik pakem lama pemikiran Islam: al-islam, ad-dien wa ad-daulah, doktrin yang menjadi pangkal gerakan formalisasi syariat Islam. Untuk amar yang satu ini, deformalisasi syariat Islam, komunitas JIL berada di barisan terdepan. Masyarakat harus diberi penyadaran “bahwa syariat Islam sesungguhnya mengandung banyak masalah yang kompleks,” ujar Ulil Abshar-Abdalla, Koordinator JIL.

30 Januari 2005

Warna-warni Takdir Marwah




Oleh Zulkifli Al-Humami
____________________


Marwah Daud Ibrahim menyimpan banyak “mutiara” politik. Di sela-sela banyak orang masih memandang kaum hawa sebelah mata, kiprahnya sebagai politisi perempuan menambah deret alasan betapa penting biografi politiknya dibaca. Bintang dari Timur adalah buku yang merekam jejak langkah politik perempuan kelahiran Soppeng, Sulawesi Selatan, ini.

Mulanya, Suradi, seorang wartawan politik yang bertugas di gedung DPR/MPR, menawarkan niat menulis buku tentang Marwah. Ia tercenung. Perempuan berbintang scorpio ini merasa tak ada yang menarik untuk “direkam” dari karirnya sebagai anggota DPR dan pengurus DPP Partai Golkar. Namun, setelah merenung lama, mantan Wasekjen PB HMI ini sadar, ternyata sudah sepuluh tahun lebih ia berkecimpung di gelanggang politik. Ia merasa bangga kiprah politiknya selama ini menjadi serpihan kecil yang ikut melukis sejarah politik Indonesia di era kontemporer.

10 Januari 2005

Wawancara dengan Prof. Dr. Ryas Rasyid tentang Pilkada Langsung


Siapa tak kenal Prof. Dr. Ryas Rasyid? Namanya identik benar dengan otonomi daerah. Di pertengahan Desember 2004, saya cukup lama bercengkerama dengan sang pakar otonomi daerah itu terkait pesta Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Pilkadal) di Indonesia yang mulai marak di tahun 2005. Wawancara ini dimuat di majalah Medium (Edisi 22 Desember 2004–04 Januari 2005). 
[Zulkifli Al-Humami]
______________________________ 


Celah Masih Menganga 

Pemilihan kepala daerah akan marak tahun depan. Sayang, peraturan perundangannya masih belum sempurna. Destabilisasi terjadi?

Tahun 2005 sudah di ambang pintu. Agenda yang menarik perhatian adalah pergantian kepala pemerintahan daerah lewat perhelatan pemilihan kepala daerah (Pilkada). Eh, akan ada kericuhan yang timbul dari berbagai sebab? “Antara lain karena pemerintah daerah kurang dilibatkan,” kata Prof. Dr. Ryas Rasyid, ahli tata negara yang juga anggota DPR RI. Berikut wawancara wartawan Medium, Zulkifli Al-Humami, yang berbincang panjang lebar dengan Ketua Partai Demokrasi Kebangsaan ini. Petikannya: